BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kasus distosia bahu amat bervariasi tergantung
kriteria diagnosis yang digunakan. Sebagai contoh, Gross dan rekan (1987)
berhasil mengidentifikasi 0,9 persen dari hampir 11.000 persalinan pervaginam
yang dikategorikan sebagai mengalami distosia bahu di Toronto General Hospital.
Meski demikian,distosia bahu sejati—yang baru didiagnosis ketika diperlukan
manuver lain selaintraksi ke bawah dan episiotomi untuk melahirkan bahu—hanya
ditemukan pada 24 kelahiran (0,2 persen). Trauma nyata pada janin ditemukan
hanya padadistosia bahu yang memerlukan manuver untuk melahirkan.
Laporan-laporanterkini, yang membatasi diagnosis distosia bahu pada pelahiran
yangmemerlukan manuver, menyatakan insidensi yang bervariasi antara 0,6
sampai1,4 persen (American College of Obstetricians and Gynecologists, 2000;
Baskettand Allen, 1995; McFarland et al, 1995; Nocon et al, 1993).Berkisar dari
1 per 1000 bayi dengan berat badan kurang dari 3,500g, sampai16 per 1000 bayi
yang lahir di atas 4000 g. Di samping banyak studi untukmengidentifikasi faktor
predisposisi distosia bahu, lebih dari 50% kasus terjadi tanpa adanya faktor
resiko. Distosia bahu dapat menjadi salah satu dari keadaan darurat yang paling
menakutkan di kamar bersalin. Walaupun banyak faktor telah dihubungkan dengan
distosia bahu, kebanyakan kasus terjadi dengan tidak ada peringatan. Kasus ini
diangkat sebagai salah satu kejadian distosia bahu yang tidak diperkirakan
sebelumnya dan bagaimana penanganan yang dilakukan dalam mengatasi masalah
tersebut baik dalam hal maneuver yang dipilih dalam mengatasinya dan
tindakan-tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir, dalam hal ini termasuk
resusitasi neonatus. Semoga dengan dibawakannya kasus ini dapat menjadi
pelajaran bagi kita akan kasus tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini disusun untuk memberikan gambaran yang komprehensif
tentang kejadian, faktor resiko dan pendekatan standar serta membahas bagaimana
menghindari distosia bahu dan menangani situasi ini jika terjadi.
1. Tujuan
Umum
Agar pembaca
dapat mengetahui tentang persalinan yang patologis khususnya persalinan dengan
distosia bahu dan dapat mengetahui cara menangani bila mendapatkan kasus
distosia bahu.
2. Tujuan
Khusus
a. Agar
mahasiswa dapat mengetahui tentang distosia bahu
b. Agar tidak
terjadi kesalahan dalam mendiagnosis suatu tindakan
c. Agar dapat
melakukan segera dalam penanganannya.
C. Manfaat
Penulisan
Bagi peneliti
/ mahasiswa
-
Meningkatkan pengetahuan dan teori serta praktek
- Mahasiswi
bisa lebih kompeten dalam memberi asuhan kebidanan
Bagi Petugas
– Mengurangi
angka kematian maternal dan neonatal
- Mendeteksi
dini kemungkinan adanya penyulit / masalah dalam persalinan
Bagi Ibu /
masyarakat
-
Meningkatkan kesadaran diri terhadap ibu agar memeriksakan dirinya secara rutin
pada waktu kehamilan agar dapat mengetahui adanya komplikasi pada ibu dan
janinnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Distosia bahu didefinisikan
sebagai impaksi (hambatan) lahirnya bahu bayi setelah lahirnya kepala dan
berkaitan dengan peningkatan insidensi morbiditas dan mortalitas bayi akibat
cedera pleksus brachialis dan asfiksia. Diagnosis ini harus dipikirkan ketika
dengan traksi kebawah yang memadai tidak dapat melahirkan bahu. Tanda distosia
bahu lainnya adalah jika setelah kepala melalui serviks kemudian tampak kepala
kembali tertarik balik ke dalam (turtle sign)
Distosia bahu biasanya
terdapat kasus makrosomia. Resiko nya meningkat 11 kali lipat bayi dengan BB
4000 g dan 22 kali lipat pada bayi 4500 g. sekitar 50 % kasus terjadi pada bayi
dengan BB kurang dari 4000 g. bayi posterm dan makrosomia beresiko mengvalami
distosia bahu karena pertumbuhan trunkal dan bahu tidak sesuai dengan
pertumbuhan kepala pada masa akhir kehamilan. Faktor resiko lainnya adalah
obesitas maternal, riwayat melahirkan bayi besar, diabetes mellitus, dan
diabetes gestational. Distosia bahu harus dicurigai pada pemanjangan kala II
atau pemanjangan fase deselerasi pada kala I.
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan
bahu anterior macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk
ke dalam panggul, atau bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat
halangan dari tulang sacrum (tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu adalah
peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan.
Salah satu kriteria diagnosis distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervagina untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus.
Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan
seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan
persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka
mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut > 60 detik.
American College of Obstetrician and Gynecologist (2002)
menyatakan bahwa angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 – 1.4% dari
persalinan normal.
Distosia ialah kesulitan dalam jalannya
persalinan atau dapat didefenisikan Distosia ialah persalinan atau abnormal
yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor
persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional
akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan
power).
2. Perubahan struktur
pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin,
meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi
(penumpang/passenger).
4. Posisi ibu selama
persalinan dan melahirkan.
5. Respons psikologi ibu
terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya
sistem pendukung.
B. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh
deformitas panggul, yaitu
kegagalan bahu untuk
“melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif
dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala
yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir
atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan
kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
Faktor-faktor penyebab dari Distosia bahu
bermacam-macam antara lain : kehamilan postern, paritas wanita hamil dengan
diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah
besarnya janin masih diragukan.
C. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran
paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang
belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah
ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan
(anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior,
pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis
sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
D. Tanda
– tanda dan Gejala
1. Pada proses
persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu
kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang
normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu.
E. Komplikasi
1. Komplikasi Maternal
• Perdarahan pasca persalinan
• Fistula Rectovaginal
• Perdarahan pasca persalinan
• Fistula Rectovaginal
• Simfisiolisis atau
diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”
• Robekan perineum derajat III atau IV
• Rupture Uteri
• Rupture Uteri
2. Komplikasi Fetal
• Brachial plexus palsy
• Fraktura Clavicle
• Kematian janin
• Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
• Fraktura humerus
• Brachial plexus palsy
• Fraktura Clavicle
• Kematian janin
• Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
• Fraktura humerus
F. Faktor Resiko Terjadinya Distosia Bahu
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal
• Kelainan anatomi panggul
• Diabetes Gestational
• Kehamilan postmatur
• Riwayat distosia bahu
• Tubuh ibu pendek
2. Fetal
• Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
• Penggunaan alat bantu (forceps atau vacum)
• “Protracted active phase” pada kala I persalinan
• “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.
1. Maternal
• Kelainan anatomi panggul
• Diabetes Gestational
• Kehamilan postmatur
• Riwayat distosia bahu
• Tubuh ibu pendek
2. Fetal
• Dugaan macrosomia
3. Masalah persalinan
• Penggunaan alat bantu (forceps atau vacum)
• “Protracted active phase” pada kala I persalinan
• “Protracted” pada kala II persalinan
Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang.
G. Predisposisi
distosia bahu
a) Ibu
mengalami diabetes mellitus.
b) Multipara.
c) Riwayat
penyakit keturunan: diabetes mellitus
d) Ibu
mengalami obesitas.
f) Bayi
besar.
g) Adanya
kesulitan pada riwayat persalinan yang
terdahulu
h) Terjadi
Cephalo Pelvic Dispropotion (CPD) yaitu ketidaksesuaian antara kepala dan
panggul yang diakibatkan karena :
·
Diameter
anteroposterior panggul dibawah ukuran normal
·
Abnormalitas
panggul sebagai akibat dari infeksi tulang panggul (rakhitis) dan kecelakaan.
i) Fase
aktif yang lebih panjang dari keadaan normal. Fase aktif yang memanjang
menandakan adanya CPD.
j) Penurunan
kepala sangat lambat atau sama sekali tidak terjadi penurunan kepala.
k) Mekanisme persalinan tidak
terjadi rotasi dalam (putar paksi dalam) sehingga memerlukan tindakan forcep
atau vakum. Hal ini menunjukkan adanya CPD dan mengindikasikan pertimbangan
dilaksanakan seksiosesarea.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Palpasi
dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus uteri
2. Vaginal
Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular
3. X-ray
: Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting untuk
menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan
kongenital lain
4. Ultrasonografi:
Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh operatorberpengalaman dapat menentukan :
1. Presentasi janin
2. Ukuran
3. Jumlah kehamilan
4. Lokasi plasenta
5. Jumlah cairan amnion
6. Malformasi jaringan
lunak atau tulang janin
I. Penatalaksanaan
Kesigapan
penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
1.
Pertama
kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan traksi
curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran.
2.
Lakukan
episiotomi.
Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan
usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai
maneuver :
1.
Tekanan ringan pada suprapubic
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.
Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin.
2. Maneuver Mc Robert
Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston. Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibuTindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.
Maneuver Mc Robert
Fleksi sendi lutut dan
paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah
horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah
vertikal)
Analisa tindakan Maneuver Mc Robert
dengan menggunakan x-ray
Ukuran panggul tak berubah, namun
terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis
pubis
3. Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw”maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara “crock screw”maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.
Maneuver Wood. Tangan kanan penolong
dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga
bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
A. Operator
memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian
melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan
posisi fleksi siku
B. Tangan
janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
C. Lengan
posterior dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :
(1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu :
(2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis
Maneuver Rubin II
A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah
B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit
6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP.
7. Maneuver Zavanelli :
·
Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak
dilahirkan melalui SC.
·
Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau
posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.
·
Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan
mendorong kepala kedalam vagina.
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula.
9. Simfisiotomi.
Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu
1.
Minta
bantuan – asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi.
2.
Kosongkan
vesica urinaria bila penuh.
3.
Lakukan
episiotomi mediolateral luas.
4.
Lakukan
tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala.
5.
Lakukan
maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten.
Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi
dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan
lanjutan berikut ini harus dikerjakan :
1.
Wood
corkscrew maneuver
2.
Persalinan
bahu posterior
3.
Tehnik-tehnik
lain yang sudah dikemukakan diatas.
Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver
yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robertsebagai
pilihan utama adalah sangat beralasan.
J. Penanganan umum distosia
bahu :
- Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar.
- Siapkan beberapa orang untuk membantu.
- Pada setiap persalinan, bersiaplah untukk menghadapi distosia bahu, khususnya
pada persalinan dengan bayi besar.
- Siapkan beberapa orang untuk membantu.
“Distosia bahu tidak
dapat diprediksi”
Diagnosis distosia bahu
:
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
- Dagu tertarik dan menekan perineum.
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tettap berada dekat vulva.
- Dagu tertarik dan menekan perineum.
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.
Penanganan distosia bahu
:
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
1. Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak
dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.
2. Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu berbaring terlentang. Meminta
bantuan 2 asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi :
- Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah pada kepala
janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.
Catatan : hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat
mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.
- Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan ke arah
bawah pada daerah suprapubis untuk membantu persalinan bahu.
Catatan : jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi bahu lebih
lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.
4. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi, masukkan tangan
ke dalam vagina.
- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan arah sternum
bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.
- Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah
sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan :
- Masukkan tangan ke dalam vagina.
- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi
pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan memberikan ruangan
untuk bahu depan agar dapat bergerak dibawah simfisis pubis.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain :
- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.
- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang.
K. Asuhan Kebidanan (ASKEB)
Banyak
sumber dari ilmu kebidanan dan obstetri berfokus pada bagaimana mengelola
komplikasi tertentu atau masalah. Nasihat dalam hal ini lebih baik
menghindari situasi tersebut dari pada mengelola komplikasinya. Meskipun di
beberapa kasus distosia bahu tidak dapat dihindari, namun ada sejumlah cara
untuk mengurangi kesempatan itu terjadi kasus tersebut :
Proses Persalinan Alami yang Terganggu
Ketika
seorang perempuan dapat melahirkan secara naluriah (tanpa arah) dan alami atau
tanpa intervensi mereka mereka akan lebih lancar saat bersalin. Telah
dilihat beberapa posisi persalinan yang aneh dan gerakan yang masuk akal
setelah bayi muncul/keluar. Dan dalam kasus terjebaknya bahu di pinggiran
tulang panggul (distosia bahu), gerakan panggul naluriah dapat melepaskan dan
membebaskan bahu bayi tanpa intervensi. Hal tersebut terjadi secara alami serta
naluri seorang ibu.
Kesabaran
Sebenarnya
seorang bayi memerlukan waktu untuk masuk ke dalam posisi terbaik. Posisi
dimana dia bisa bergerak melewatkan tubuhnya agar bisa masuk ke panggul ibu
nya. Namun ketika kita mencoba untuk terburu-buru melahirkan bayi, maka bayi
tersebut mungkin tidak dapat membuat penyesuaian atau tidak punya waktu untuk
melakukan penyesuaian secara alami. Secara alamiah si bayi berusaha memutar
bahunya, tubuhnya kepalanya, menundukkan kepala dan menekukkan dahinya hanya
untuk menyesuaikan tubuhnya dengan panggul dan jalan lahir sang ibu,namun
sering kali kita sebagai petugas kesehatan tidak sabaran, selalu kaku dan
terpaku pada JAM. padahal kita tahu setiap persalinan punya waktunya sendiri.
Induksi persalinan dan intervensi melahirkan meningkatkan kemungkinan
terjadinya distosia bahu (Gherman, 2002). Atau kadang walaupun sudah
dilarang namun sampai sekarang masih sering dilakukan oleh bidan-bidan saat
menolong persalinan yaitu dengan mendorong secara paksa dengan menekan fundus
ibu dan membantu mendorong ketika si ibu mengejan. Atau dengan memberi aba-aba
kepada si ibu untuk mengejan padahal sebenarnya Seorang wanita yang sedang
melahirkan tau dan ahli mengenai kapan dan bagaimana dia mendorong /
mengejan. Kita sebagai bidan atau dokter cukup membimbingnya saja. Ketika kita
memaksa siibu mengejan ini justru dapat memaksa bayi masuk ke dalam panggul
tanpa membiarkan dan memberikan waktu padanya untuk melakukan penyesuaian
dahulu.
Menarik
keluar bayi bisa meningkatkan kejadian distosia bahu. Ketika kepala bayi keluar
sebaiknya menunggu kontraksi dulu (bisa 5 menit) agar bahu bisa keluar dengan
nyaman. Namun ini sangat menggoda bagi kita untuk segera memberitahu siibu agar
segera mengejan tanpa menunggu kontraksi ada. Padahal mungkin bayi
menggunakan waktu ini untuk melakukan penyesuaian yang diperlukan agar bahu
mudah untuk dilahirkan. Karena biasanya begitu kepala keluar dia akan
melakukan putaran paksi untuk menyesuaikan kepala dengan bahunya. Tunggu dan
amati saja dulu. Jika proses ini lama dan kita melihat ada tanda asfiksia baru
kita lakukan maneuver atau intervensi.
Bersalin dalam posisi semi-recumbant
Ternyata
bersalin dengan posisi ini meningkatkan kemungkinan terjadinya distosia bahu
karena panggul tidak dapat terbuka.
Harus
diketahui apa yang harus dilakukan jika menemukan kasus seperti
ini. Pertama adalah penting untuk tidak membuat situasi yang buruk menjadi
semakin buruk:
ü Jangan menarik bayi karena hal ini akan
berdampak bahu semakin tertahan. Ini adalah kesalahan yang paling umum
orang membuat karena mereka panik.
ü Traksi dapat menyebabkan cedera pleksus
brakialis pada bayi (lihat film di atas).
ü Jangan memotong tali pusat jika sudah di
sekitar leher bayi. Karena tali pusat yang utuh masih ada kemungkinan bayi
menerima oksigen yang memberi Anda lebih banyak waktu dan membantu dengan
melakukan resusitasi sesudahnya.
ü Berkomunikasi dengan ibu . Anda selalu
punya waktu untuk menjelaskan apa yang terjadi dan mengapa Anda melakukan apa
yang Anda lakukan, atau meminta dia untuk melakukan sesuatu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu
janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. tanda dan
gejala terjadinya distosia bahu yaitu: Pada proses persalinan normal kepala
lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala akan tertarik kedalam
dan tidak dapat mengalami putar paksi luar yang normal. Ukuran kepala dan
bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu pula dengan postur
tubuh parturien yang biasanya juga obese. Usaha untuk melakukan putar paksi
luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan bahu. Untuk
penatalaksanaannya dengan melakukan episotomi secukupnya dan manuver Mc
Robert’s karena maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat
beralasan
B. SARAN
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa
kehamilan agar melakukan kunjungan / pemeriksaan kehamilan, untuk mengetahui
perubahan berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia
kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya
bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya
bidan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi
yang terjadi pada ibu hamil.
3. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun
wawasan pembelajaran serta pengalaman dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya
mengenai asuhan kebidanan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun
referensi dalam menambah khazanah perpustakaan
DAFTAR PUSTAKA
·
http://onlinelibraryfree.com
·
Llwenllyn – Jones, Derek. Dasar-dasar Obstetri dan
Ginekologi. Edisi 6 Jakarta : Hipokrates, 2001
·
Mochtar Rustam, (1998) Sinopsis Obstetri 2 Penerbit Buku
Kedokteran EGC Jakarta: 2006
·
Winkjosastro, Hanifah. Ilmu Kebidanan. Edisi 3 Penerbit
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2006.
·
Winkjosastro, Hanifah. Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2002.
·
Manuaba, Ida Bagus Gde. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin
Obstertri Ginekologi dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta : 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar